Bismillah.
Syukur adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Allah memerintahkan kita untuk bersyukur kepada-Nya dan menjanjikan bahwa dengan syukur akan membuat nikmat semakin bertambah. Sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama; nikmat apabila disyukuri akan menetap, tetapi jika diingkari/dibalas dengan kekafiran maka ia menjad lenyap.
Syukur kepada Allah harus meliputi tiga wilayah. Wilayah pertama ialah keyakinan dan pengakuan di dalam hati bahwa nikmat itu semuanya datang dari-Nya. Bukan menyandarkan nikmat itu kepada diri dan kemampuannya. Wilayah kedua yaitu syukur dengan lisan; dengan ia memuji Allah dan menyanjung-Nya dalam ibadah dan ketaatan secara lisan. Wilayah ketiga adalah memanfaatkan nikmat yang telah diberikan Allah dalam perkara yang membuat Dia ridha.
Para ulama juga menekankan bahwa hakikat syukur itu adalah dengan menaati Dzat yang telah memberikan nikmat. Dengan demikian orang yang bersyukur akan tunduk kepada perintah dan larangan Allah. Dia laksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Termasuk di dalam cakupan syukur ini adalah taat kepada Rasul-Nya; karena ketaatan kepada Rasul merupakan ketaatan kepada Allah yang telah mengutusnya. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menaati rasul itu sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (an-Nisaa’ : 80)
Pada hakikatnya syukur merupakan aplikasi dari rasa cinta seorang hamba kepada Rabbnya. Tidak ada kebaikan kecuali berasal dari nikmat-Nya dan tidak ada kebahagiaan kecuali berada di bawah kekuasaan dan takdir-Nya. Oleh sebab itu seorang yang bersyukur kepada Allah dengan makna yang sebenarnya telah membuktikan cintanya kepada Rabbnya. Karena itulah Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam mengungkapkan perasaannya ketika ditanya mengapa beliau bersungguh-sungguh dalam beribadah, “Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?” Ya, hamba yang terbaik adalah yang paling pandai dalam bersyukur.
Semakin besar cinta seorang hamba kepada Rabbnya semakin besar pula perwujudan syukur itu di dalam hidupnya. Allah telah mengabarkan bahwa kaum beriman sangat dalam cintanya kepada Allah. Allah juga mengabarkan bahwa bukti kecintaan kepada Allah adalah dengan mengikuti rasul-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Jika kalian mengaku mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Ali ‘Imran : 31)
Dengan begitu setiap muslim sejati akan tunduk kepada ajaran nabi-Nya. Mereka akan berhukum dengan ketetapan dan aturan Rasul. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidak pantas bagi seorang lelaki beriman dan seorang perempuan beriman apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara lantas masih ada bagi mereka pilihan lain dalam urusan mereka…” (al-Ahzab : 36)
Ajaran Nabi yang terbesar dan paling utama adalah tauhid kepada Allah. Inilah ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Rabbmu telah menetapkan/memerintahkan bahwa janganlah kalian beribadah kecuali kepada-Nya, dan kepada kedua orang tua hendaklah kalian berbuat baik.” (al-Israa’ : 23).
Tauhid inilah misi dakwah setiap rasul. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Kami utus sebelum kamu seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya; bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar kecuali Aku, maka sembahlah Aku saja.” (al-Anbiyaa’ : 25)
Karena itulah tauhid merupakan pokok agama sekaligus pokok syukur kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-Baqarah : 21)
Karena hanya Allah yang menciptakan dan memberi rezeki maka hanya Allah pula yang berhak untuk diibadahi. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Marilah kita terus belajar bersyukur kepada-Nya.
—